HARMONISASI ASEAN Bidang Kosmetik adalah penyeragaman persyaratan teknis peredaran kosmetik di wilayah ASEAN. Harmonisasi bidang kosmetika (ASEAN Harmonized Regulatory Scheme/AHCRS)
telah disepakati oleh 10 negara anggota ASEAN untuk diterapkan di
Indonesia sejak 1 Januari 2011. Harmonisasi bidang kosmetika itu
mengharuskan adanya sistem pengawasan produk kosmetika setelah beredar
di pasaran (post market surveillance).
- Meningkatkan kerjasama antar negara-negara anggota dalam rangka menjamin keamanan kualitas dan klaim manfaat dari semua kosmetik yang dipasarkan di ASEAN.
- Menghapus hambatan perdagangan kosmetik melalui harmonisasi persyaratan teknis serta memberlakukan satu standar.
- Meningkatkan daya saing produk-produk ASEAN.
AHCRS itu sebenarnya telah ditandatangani pada 2 September 2003 oleh 10
negara anggota ASEAN. Harmonisasi itu bertujuan untuk meningkatkan kerja
sama penjaminan mutu, keamanan, dan klaim manfaat semua produk
kosmetika yang dipasarkan di ASEAN.
Selain itu, AHCRS itu diharapkan mampu menghapus hambatan perdagangan melalui harmonisasi persyaratan teknis. Tujuannya, untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, produktivitas, dan daya saing produk ASEAN di pasar global.
Namun, berbagai pertimbangan terutama terkait kesiapan industri dalam negeri yang wajib memenuhi syarat pada ASEAN Cosmetic Directive, Indonesia baru bisa menerapkan harmonisasi AHCRS pada 1 Januari 2011.
Selain itu, AHCRS itu diharapkan mampu menghapus hambatan perdagangan melalui harmonisasi persyaratan teknis. Tujuannya, untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, produktivitas, dan daya saing produk ASEAN di pasar global.
Namun, berbagai pertimbangan terutama terkait kesiapan industri dalam negeri yang wajib memenuhi syarat pada ASEAN Cosmetic Directive, Indonesia baru bisa menerapkan harmonisasi AHCRS pada 1 Januari 2011.
Sebelum harmonisasi ASEAN berlaku, produsen atau importir hanya wajib
mendaftarkan produk di BPOM sebelum mengedarkan kosmetika di Indonesia.
Sistem pengawasan yang berlaku pun menganut kontrol produk sebelum
beredar (pre market control).
Setelah era harmonisasi ini berjalan, produsen atau importir harus mengajukan permohonan pengajuan notifikasi pada Kepala BPOM sebelum mengedarkan produknya. Notifikasi itulah nanti yang akan menjadi alat pengawasan pascaperedaran produk.
Setelah era harmonisasi ini berjalan, produsen atau importir harus mengajukan permohonan pengajuan notifikasi pada Kepala BPOM sebelum mengedarkan produknya. Notifikasi itulah nanti yang akan menjadi alat pengawasan pascaperedaran produk.
Registrasi VS Notifikasi
Sebelum 1 Januari 2011
|
Setelah 1 Januari 2011
|
|
Evaluasi
pre-market
|
Sistem registrasi
|
Sistem notifikasi,
sehingga tanggung jawab lebih besar kepada produsen/importir terhadap mutu,
keamanan, dan kemanfaatan produknya. Kosmetik harus dinotifikasi oleh
produsen / importir ke Badan POM sebelum beredar dan harus dijamin mutu dan
keamanannya, dengan:
· Harus memenuhi persyaratan ACD
· Tersedia Dokumen Informasi Produk
untuk pengawasan
· Melaporkan kejadian yang tidak
diinginkan (KTD) serius
|
Post market control
|
· Pemeriksaan sarana produksi &
distribusi
· Sampling produk
· Pengujian laboratorium
|
Perkuatan Post-market control oleh Badan POM:
· Pemeriksaan sarana produksi &
distribusi
· Inspeksi CPKB
· Sampling dan pengujian laboratorium
· Audit DIP (Dokumen Informasi Produk)
& evaluasi keamanan produk
|
Post market surveillance
|
· MESKOS
· Pengawasan iklan
|
Perkuatan Post-Marketing Surveillance:
· Laporan efek samping oleh industri
· MESKOS
· Pengawasan periklanan
|
Konsekuensi dalam pelaksanaan Harmonisasi ASEAN bagi Produsen/Distributor/Importir :
- Menyiapkan DIP sesuai dengan pedoman ASEAN yang sewaktu – waktu akan diaudit oleh Badan POM
- SDM memiliki kemampuan dalam pengisian dan penyusunan template notifikasi.
- Memiliki safety assessor yang akan memberikan jaminan keamanan produk sebelum dinotifikasi dan selama diedarkan;
- Mengikuti persyaratan label dan klaim;
- Mengikuti perkembangan peraturan terbaru dari ASEAN.
- Menerapkan CPKB ⇒ kesepakatan ASEAN: setiap produsen yang tidak CPKB tidak dapat memproduksi produk kosmetika baru;
- Produk yang dapat diperdagangkan adalah produk yang diproduksi sesuai CPKB;
- Melakukan MONITORING EFEK SAMPING kosmetika beredar dan melaporkan ke Badan POM apabila terjadi efek samping serius dan/atau fatal
Pemerintah telah menerbitkan beberapa peraturan untuk mengawal penerapan
harmonisasi ini. Misalnya, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No
1176 tahun 2010 tentang Notifikasi Kosmetika, Permenkes No 1175 tahun
2010 tentang Izin Produksi Kosmetika, dan beberapa aturan yang
diterbitkan BPOM.
Referensi :
Workshop Drafting Obat Tradisional dan Kosmetik dalam rangka lustrum XIII Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada
Forum komunikasi tatacara notifikasi kosmetik
Binis online yang berbeda dari bisnis online yang lain. Pertama di Indonesia dan terbukti membayar. Info selengkapnya klik
BalasHapushttp://www.penasaran.net/?ref=y37w8m